Jumat, 17 Desember 2010

Kupu-Kupu Malam Beracun

Setiap sore di jalan-jalan kampung saya biasanya muncul kupu-kupu yang beterbangan liar. Habis bermain-main, sebelum kembali ke rumah, saya suka iseng nyampluki dengan tangan saya kupu-kupu yang terbang mendekat. Kadang kupu yang sedang tidak bernasib baik terkena pukulan tangan saya langsung jatuh. Biasanya mati, atau paling tidak dia akan menggelepar-menggelepar dan kesulitan untuk terbang lagi.
Suatu hari, saat saya pulang dari bermain, banyak kupu-kupu yang beterbangan di jalanan. Saya dengan bersemangat menampari kupu-kupu itu. Ada yang kena, banyak juga yang lolos. Saat tangan kanan saya mengenai kupu berwarna coklat dengan ukuran sedang, tiba-tiba tangan saya terasa sakit seperti tersengat lebah. Kupu itu lepas dari tangan saya dengan meninggalkan rasa nyeri. Sambil memegangi jari tengah tangan saya yang sakit, saya pulang ke rumah. Sampai di rumah, rasa sakit itu bukan hilang, justru semakin menjadi. Ibu yang melihat saya meringis menahan sakit dan memegang tangan, bertanya mengapa. Saya jawab digigit kupu. Tentu jawaban itu tidak bisa dipercaya ibu. Lha wong kupu kok menggigit. Setelah diperiksa ternyata jari tengah tangan kanan saya bengkak, dan sakitnya semakin tak tertahankan. Rasanya snut snut tidak karu-karuan. Saya sampai menangis gereng-gereng menahan sakit. Ibu kebingungan tidak tahu harus diobati apa. Bapaklah yang berinisiatif menanyakan obat digigit serangga. Oleh mbah Warno, tetangga depan rumah disarankan ke Kepuh Kidul ke rumah seorang mbah. Saya lupa siapa nama mbah yang di Kepuh Kidul itu.
Saya digoncengkan nmotor oleh bapak menuju rumahnhya. Setelah memberikan prolog musibah yang menimpa saya, kemudian oleh mbah yang pakai peci itu, tangan kanan saya dipegang. Sambil berdoa dia mengeluarkan batu akik warna hijau kemudian ditempelkan ke jari tengah saya yang bengkak. Batu akik sebesar kelereng jumbo itu saat menyentuh jari tengah saya yang sakit, terasa dingin. Setelah beberapa saat ditempel dan juga dioles dengan batu akik hijau itu kami pulang. Waktu itu memang sudah mulai reda sakitnya. Saya yakin akan segera hilang sakitnya begitu sampai rumah. Namun begitu sampai rumah, ternyata sakitnya muncul lagi dengan kadar nyeri yang sama. Kali ini saya tahan untuk tidak menangis. Namun saya bilang ke bapak kalau masih terasa sakit sekali. Bapak juga heran, tadi sudah tidak sakit kok sampai rumah kambuh lagi.
Atas saran mbah Warno lagi, bapak diminta kembali ke Kepuh Kidul. Ada orang lain yang juga memiliki akik ampuh katanya. Ternyata dia bapaknya Ponidi teman sekolah saya SD. Oleh bapaknya Ponidi, tangan saya yang sakit ditempelkan pada batu akik warna coklat sebesar kelereng normal. Jadi lebih kecil dibandingkan batu akik hijau dari mbah yang sebelumnya. Agak lama saya di sana. Sampai sekitar jam sembilan jari saya masih terus ditempel dan digosok dengan akik coklat itu. Karena sudah larut, oleh bapaknya Ponidi, bapak saya diminta membawa pulang akik itu. Nanti akik itu supaya ditalikan ke jari yang sakit dengan kain. Setelah pamitan kami pulang. Tentu saya masih memegang akik untuk tetap menempel di jari yang bengkak. Rasanya memang agak berkurang sakitnya. Sampai rumah bapak kemudian mencari sapu tangan, dan akik itu diikatkan di jari tengah saya. Karena sudah capai, saya pun beranjak tidur. Masih dengan menahan rasa sakit yang belum hilang, saya tertidur. Bagi subuh saya terbangun, dan tanpa saya sadari sudah tidak terasa sakit lagi di jari tengah saya. Batu akik masih menempel dalam balutan sapu tangan bapak. Begitu melihat saya bangun dan tidak merasakan sakit lagi, akik yang masih terikat di jari saya dilepas oleh bapak. Sebelum berangkat ke kantor, bapak membawa akik itu dan mengembalikan ke Kepuh Kidul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar