Kamis, 30 Desember 2010

Nonton Konser III (Rock Setengah Hari)

Budi Suryanto adalah salah satu punggawa Cabioma (Cah Biologi SMA5) yang keranjinga musik rock. Meskipun rumahnya di Siluk, lereng perbukitan Panggang, yang masih sekitar 10 Km sebelah selatan Imogiri tempat makam raja-raja Jogja dan Solo, namun untuk musik rock dia tak pernah ketinggalan. Di rumahnya banyak ditempeli poster musisi rock tenar saat itu. Poster ukuran standar Gun&Roses, Def Leppard, Skid Row, Van Hallen dan sebagainya di dindingnya. Karena rumahnya di Siluk dan dia adalah satu-satunya anak Siluk, maka kami memanggilnya dengan Siloek. Ekspresi kecintaan pada musik rock itu secara formal juga ditunjukkan di sekolah. Saat harus tampil ke depan untuk menyanyi, dia pasti menyanyikan lagu rock. Yang saya ingat dia pasti menyanyikan lagunya Nicky Astria, lady rocker nomer satu Indonesia.
Pada hari Sabtu dia mengajak saya nonton konser musik rock di Mandala Krida. Dua tiket sudah dia pegang dan ditunjukkan kepada saya. Di tiket dicantumkan konser dimulai jam 2 siang. Dia bilang akan menghampiri ke rumah Kepuh. Saya membayangkan, kalau harus pulang dulu ke Siluk, apa tidak kecapaian dia. Ternyata dia tidak pulang ke rumahnya. Siloek pulang ke rumah salah satu saudaranya di Umbulharjo. Hari sabtu seperti biasa jam 12.45 sekolah bubar. Saya tidak naik motor, namun ngontel sepeda pulang ke rumah. Waktu masih kelas II, saya belum naik motor, masih mengandalkan sepeda balap lungsuran dari mbak Jazim. Baru kelas III saya naik motor Honda Supercup 80, gantian dengan bapak. Kalau saya yang bawa, bapak saya anter ke kantor dulu, dan sorenya saya jemput. Kadang bapak tidak saya anter sampai kantor, namun hanya dari depan Tom Silver dekat sekolah, kemudian bapak naik bus kota.
Jam setengah dua saya sampai rumah. Setelah bersih-bersih dan makan, jam dua tet, Siloek sudah sampai di rumah saya. Waktu itu udara masih terasa panas. Hanya dengan kaos dan celana jeans, saya gonceng Siloek di atas motor Suzuki RC100 andalannya. Mandala Krida tidak begitu jauh dari rumah. Sekitar 15 menit sudah sampai area parkir stadion bola andalan Jogjakarta itu.
Meskipun di tiket konser dimulai jam 2 siang, ternyata sudah mendekati jam setengah tiga pintu masuk belum dibuka. Saya dan Siloek menunggu di pelataran stadion. Waktu itu udara terasa panas. Sambil menunggu saya dan Siloek jajan es dan beberapa cemilan dari warung yang ada di sekitar stadion. Baru sekitar jam 4 sore pintu dibuka. Saya dan Siloek masuk stadion dan mencari tempat duduk di tribun atas. Panggung nampak jelas dari tempat kami duduk, meskipun agak jauh. Panggung berjarak sekitar 50 meter dari saya dan Siloek duduk. Di panggung masih nampak aktifitas cek sound. Waktu itu nampak Arthur Kaunang sibuk melakukan cek sound bas gitarnya. Setelah dia turun, sekitar jam setengah lima sore, acara musik yang rencananya dimulai jam 2 siang itu baru dimulai.
Banyak kelompok musik yang tampil mengusung lagu-lagu rock manca di panggung itu. Setiap kelompok tampil sekitar 1 jam. Ada 6 hingga 8 lagu dimainkan oleh setiap penampil. Saya tidak ingat nama-nama grup musik sangar itu. Yang tersisa di memori saya adalah kelompok yang bernama Sharkleer, Java Box dan SKE. Nama-nama yang hanya saya dengar di panggung itu, setelahnya saya tidak pernah mendengarnya lagi. Lagu-lagu yang dinyanyikan umumnya milik Deep Purple, Led Zeppelin, Van Hallen, Yes dan yang lain. Satu dua lagu yang dinyanyikan masih saya ingat. Dream milik Van Hallen, highway starnya Deep Purple dan changes andalan Yes. Ada lagu yang dimainkan oleh dua grup berbeda di sesi yang berbeda. Seingat saya highway star lebih dari sekali dimainkan. Setiap ganti lagu vokalis selalu nenggak botol vodka. Hampir setiap grup yang tampil, tingkah vokalisnya sama. Teriak-teriak, jingkrak-jingkrak, lari-lari dan nenggak vodka.
Penonton yang berdiri di depan panggung juga nampak ikut jingkrak-jingkrak. Siloek yang duduk di tribun mengajak saya turun ikut bergabung dengan penonton depan panggung. Saya tidak mau. Ngeri juga melihat mereka jondhal-jondhil tidak karuan seperti itu. Dalam kondisi begitu saya yakin mereka tidak terkontrol. Melihat penyanyi nya menyanyi sambil mendem, saya yakin penonton juga melihatnya sambil mendem. Orang mendem berkerumunan bersama dalam suasana riuh, rawan rusuh. Saya lebih baik menghindari potensi itu. Siloek tidak jadi turun bergabubng dengan orang-orang mendem itu begitu saya jelaskan argumentasinya. Jadi saya dan Siloek cukup menggerakkan kaki dan tangan sambil tetap duduk di tribun. Saat itu sudah mendekati jam 11 malam. Hawa dingin sudah mulai terasa sejak jam sepuluh. Celakanya kami berdua sama sekali tidak membawa bekal cemilan. Kami sejak jam setengah lima, murni hanya menikmati sajian musik tanpa sajian yang lain. Penyakit kedinginan mulai menyerang saya. Saya yang hanya memakai kaos jelas terkena dampak langsung dari hawa dingin itu. Siloek yang memakai jaket jeans agak terbantu. Namun dia bilang masih merasakan dingin.
Sebagai penampil terakhir SAS kelompok rock veteran seangkatan Godbless muncul di panggung. Grup yang digawangi Sunata Tanjung pada gitar, Arthur Kaunang pada bas dan vokal, serta Syekh Abidin yang menggebuk drum itu tampil sekitar satu jam hingga pas jam 12 tengah malam. SAS membawakan lagu-lagunya sendiri, bukan lagu rock manca yang sudah digelontorkan oleh musisi sebelumnya dari sejak setengah hari tadi. Karena saya tidak begitu familiar dengan lagu-lagu SAS, maka saat Arthur Kaunang menyanyi saya tidak begitu ngeh. Saya hanya merasakan bedanya penampilan SAS dengan grup sebelumnya. SAS tidak banyak tingkah. Tidak lari ke sana ke mari. Mereka sudah nampak dewasa banget. Bermain lebih mengutamakan skill bermusik dari pada tingkahnya. Arthur Kaunang meskipun wajahnya sangar, namun suaranya empuk. Dia juga tidak nenggak vodka seperti musisi sebelumnya setiap selesai satu lagu. Saya hanya ingat satu lagu yang diucapkan Arthur Kaunang sebelum dinyanyikan, kalau tidak salah body rock. Tetapi lagu itu saya belum pernah mendengarnya. Penampilan mereka meskipun meriah namun tidak mampu mengusir rasa dingin yang menyergap tubuh saya. Jam 12 tepat konser ditutup. Lampu stadion dinyalakan. Seluruh stadion terasa terang benderang, meskipun tersaput kabut.
Saya dan Siloek turun dari tribun. Menunggu beberapa saat untuk menghindari kerumunan penonton yang mau keluar. Setelah keluar, saya dan Siloek menuju tempat parkir motor. Saya terus bersedakep untuk menahan hawa dingin. Gigi saya sudah bergerutuk sangking dinginnya. Siloek mengambil mantel dari bawah jok. Waktu itu sama sekali tidak hujan. Saya tidak paham maksudnya. Begitu dibuka, kemudian dia pakai mantel itu. Dia bilang “Untuk menghadang angin malam”. Saya baru paham. Saya pikir dengan memakai mantel bisa mengurangi dingin. Namun ternyata sama saja. Meski saya sudah di dalam mantel, hawa dingin itu masih menyertai. Di belakan Siloek, saya terus bekah-bekuh menahan dingin. Siloek terus mengarahkan motornya ke selatan. Saya membayangkan jika Siloek harus kembali pulang ke Siluk tengah malam seperti ini apa ya berani. Ternyata dia mengajak saya pulang ke rumah saudaranya di Umbulharjo. Saya dan Siloek tidur di rumah itu. Baru sekitar jam 7 pagi setelah mendapatkan sarapan kami berdua pulang. Siloek menurunkan saya di rumah Kepuh. Dia tidak mampir, langsung pulang ke Siluk sejauh sekitar 30km dari rumah saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar