Selasa, 28 Desember 2010

Nonton Konser I (Beatles)

Beatles merupakan salah satu grup musik yang mampu menyeret saya untuk menggilainya, menjadikan saya keranjingan. Sebenarnya saya tertarik dengan Beatles secara tidak sengaja. Waktu itu saya membaca majalah Vista Musik yang memuat artikel bersambung tentang Beatles. Artikel seri ke dua itu mampu membuat saya langsung tertarik dengan Beatles. Artikel yang ada gambar kartun mereka berempat di dekat buaya itu memuat beberapa album yang sudah dikeluarkan Beatles. Juga memuat pernyataan John Lennon yang mengatakan Beatles lebih terkenal dari Jesus. Saya juga menemukan potongan koran di kebun mbah Adi yang memuat berita tentang John Lennon menjadi hantu pasca kematiannya. Sedangkan yang mampu membuat saya terobsesi dengan mereka adalah saat RRI Jogja mengudarakan lagu Obladi Oblada. Itulah lagu Beatles pertama yang saya dengar.
Wujud kecintaan saya pada Beatles, teraktualisasi pada gaya rambut yang saya buat mirip-mirip poni. Bermodalkan rambut lurus maka gaya poni saya lumayan mirip. Apa jadinya jika rambut saya kribo atau kriwil-kriwil, sangat susah untuk memponikannya. Selain gaya rambut, saya juga mengoleksi banyak poster dari mereka. Poster itu saya tempel di dinding ruang tamu, dinding kamar tidur, bahkan dinding kamar mandi pernah saya tempeli poster Beatles.
Koleksi kaset Beatles saya juga lumayan lengkap. Semua album studio yang pernah dikeluarkan Beatles dari Meet The Beatles hingga Let It Be saya punya. Waktu itu koleksi yang umum berupa pita kaset. Piringan hitam dan CD masih menjadi barang mewah. Satu biji kaset baru C-60,harganya Rp.1.750 (seribu tujuh ratus lima puluh rupiah). Sedangkan untuk C-90 harganya Rp.2.250 (dua ribu dua ratus lima puluh rupiah). Maksud kode C-60 adalah masa putar kaset itu per sisi selama 30 menit sehingga total 60 menit. Sedangkan C-90 totalnya 90 menit. Hampir sebagian besar kaset saya keluaran dari Aquarius. Produsen rekaman itu biasanya mengeluarkan album seri bagi grup atau penyanyi solo. Di dalam album seri itu, lagu-lagu dalam satu album dari grup atau penyanyi solo dapat secara utuh dinikmati. Cover album biasanya juga sama persis dengan yang yang sebenarnya. Ada beberapa kaset koleksi saya keluaran dari label lain semacam Atlantik, A&M, Hins dan Yess, namun tidak banyak. Semua album Beatles saya keluaran Aquarius, dengan cover kaset sama persis dengan yang saya baca di majalah. Saya membeli kaset Beatles pertama kali di salah satu kios shooping center. Kaset bajakan seharga seribu perak itu saya simpan sampai saya tahu bahwa itu adalah kaset bajakan. Ketika saya mulai membeli kaset dari label Aquarius, kaset bajakan yang pernah saya beli di shooping center itu saya buang semuanya.
Setiap hari di rumah saya tidak pernah lepas dari suara lagu Beatles. Tape di rumah yang besar itu menjadi andalan untuk menyetel kaset-kaset Beatles. Meskipun tidak stereo, namun output yang dihasilkan cukup enak di telinga. Bas dan trebelnya lumayan jelas. Dan yang penting keras, sehingga dapat terdengar dari luar rumah saat saya pagi-pagi harus menyapu halaman yang luasnya 3x lapangan volley itu. Setiap minggu pagi jam 6 sampai 8 di radio Unisi yang waktu itu masih AM ada acara remember The Beatles. Penyiar rutin yang membawakan acara tersebut adalah Aditya atau nama udaranya mas Adit. Saya termasuk yang sering request lagu di acara tersebut. Maka bisa dipastikan setiap minggu pagi, saya tidak bisa diganggu oleh kegiatan yang lain karena konsentrasi dengan acara radio tersebut. Termasuk ketika di kampung ada kegiatan kerja bakti, saya ikut turun kerja bakti saat acara remember The Beatles selesai. Jadi saya datang ke arena kerja bakti, pas waktunya istirahat,saatnya turun minum dan makan snak.
Semua media yang dapat digunakan untuk menyalurkan kebeatlesan saya, selalu saya manfaatkan. Salah satunya adalah pelajaran seni lukis. Saat itu pak Manto guru seni lukis dan sekaligus wali kelas memberikan tugas untuk membuat gambar cover buku. Saya menggambar wajah John Lennon dari samping. Gambar itu saya tiru dari salah satu cover kaset. Gambar wajah dengan kaca mata khas itu saya beri judul Lennon&Me. Sebenarnya judul aslinya Elvis&Me karangannya mantan istri Elvis. Namun karena saya tidak suka Elvis, judul itu saya comot dan Elvis saya ganti dengan Lennon. Kemudian saat ada tugas membuat gambar cerita pendek empat babak. Saya membuat gambar dengan tokoh saya sendiri. Gambar satu adalah saya membeli kaset Beatles. Gambar dua saya membayangkan enaknya jadi Beatles yang terkenal. Gambar tiga saya tidur dan mimpi menjadi Beatles sedang konser ditepuki penonton. Gambar empat saya bangun dan muncul keinginan kuat mewujudkan mimpi dengan belajar dan berlatih keras.
Film tentang Beatles juga sebagian besar pernah saya lihat. Namun untuk bisa nonton film itu saya harus rela tinggal di asrama polisi Patuk. Di rumah Wiwit itu ada video. Berbekal uang dari rumah saya menyewa kaset video Beatles. Film pertama yang saya lihat adalah film hitam putih A Hard Days Night. Kemudian Help dan Let It Be yang konser di atas bangunan itu. Hanya tiga film itu, karena di rental yang ada juga hanya ada tiga judul. Saya belum punya referensi lain di luar tiga film itu. Ternyata belakangan baru saya paham ada film lain yang dibuat oleh mereka Magical Mysteri Tour. Buku-buku tulis saya saat SMP juga saya tempeli dengan potongan-potongan poster mereka. Karena itulah oleh sebagian teman SMP saya dipanggil John. Khususnya Zuni yang selalu memanggil saya John hingga SMA.
Menonton konser Beatles adalah sebuah obsesi yang tak pernah padam. Namun karena mereka sudah bubar sebelum saya lahir, maka hil yang mustahal untuk dapat melihatnya secara live. Maka kelompok Barata yang membawakan lagu-lagu Beatles di panggung menjadi penggantinya. Pengusung lagu Beatles paling laris di Indonesia itu dikomandani oleh Abadi Soesman yang memegang kibor dan kadang gitar. Jelly Tobing menabuh drum dan dua personel lainnya memegang gitar dan bas. Di Jogja juga ada kolompok musik yang khusus membawakan lagu Beatles, namanya agak panjang saya lupa. Ketika ada salah satu EO yang menyelenggarakan konser musik dengan tema Beatles saya semangat untuk menontonnya. Sebagai penyaji utama adalah Barata. Yang lain sebagai pembuka dari lokal Jogja. Sabtu siang sepulang sekolah saya mengendarai motor Yamaha L2 Super yang biasa dipakai harian oleh bapak ke kantor, menuju Kemetiran Kidul, tempat sekretariat panitia. Hari sabtu dan minggu adalah saat libur bagi bapak di kantor inspeksi pajak Jogja. Saya beli dua tiket. Harga tiket Rp.4.000,- per lembar. Seharga dua buah kaset saat itu. Jika menggunakan kurs saat ini sekitar Rp.50.000,- dengan asumsi harga kaset Rp.25.000 per bijinya. Rencana saya mau nonton bareng dengan Usman. Saya dan Usman sudah janjian. Dia akan menghampiri saya dengan Honda astreanya sore ba’da magrib. Manusia punya rencana, namun Tuhan yang menentukan. Sore jam 5 ada kejadian tragis yang membuyarkan rencana dan angan-angan saya untuk nonton konser grup musik mirip-mirip Beatles.
Ibuku ketika hendak memindah wajan penggoreng, tiba-tiba secara tak terduga wajan berisi minyak goreng yang masih super panas itu tumpah. Tumpahnya tidak di tempat yang tepat. Minyak goreng panas yang super kurang ajar itu menimpa kaki ibuku yang yang tercinta. Kontan ibu meraung kesakitan saking panasnya. Kami sekeluarga kaget dan panik atas tragedi yang terjadi menjelang maghrib itu. Keributan di rumah mengundang saudara dan tetangga mendatangi rumah saya. Dalam waktu sekejap rumah penuh dengan orang. Banyak saran yang diberikan untuk meredakan sakit. Ada yang bilang dengan odol. Saat itu memang kaki ibu sudah dipenuhi warna putih odol. Ada yang menyarankan diolesi dengan oli. Maka dengan ember diisi oli kaki ibu direndam di dalam ember isi oli itu. Butuh waktu lebih dari satu jam untuk meredakan rasa sakit akibat terjangan minyak panas itu. Waktu adzan maghrib orang yang berkerumun sudah mulai bekurang, pulang. Hanya ada keluarga dan saudara yang masih bertahan di teras, bagian depan rumah. Ibu duduk di kursi panjang dengan kaki masih terendam di ember oli. Saya lihat ibu masih menahan rasa sakit. Itu nampak dari ekspresi wajah dan juga gerakan tangannya. Di saat kondisi seperti itulah Usman datang. Melihat kerumunan keluarga di rumah, Usman nampak kaget. Apalagi saat melihat ibu duduk di kursi panjang dengan wajah menahan sakit dan kaki direndam di ember. Saya jelaskan kalau ibu baru saja kesiram minyak goreng. Saya kemudian masuk rumah dan mengambil dua tiket konser Beatles mirip-mirip itu. Tiket saya serahkan ke Usman. Saya minta dia mengajak teman lain untuk menggantikan saya. Sayang kalau tidak dilihat. Setelah basa-basi sebentar dia pamit dan pulang. Dia harus kembali ke Wonokromo dulu untuk mengajak teman yang lain. Saya mengiringnya hingga ke depan rumah. Kepergian Usman juga menghapus angan-angan saya melihat konser Beatles. Meskipun saya keranjingan Beatles, saya tidak sampai hati melihat ibu begitu. Ibu yang melahirkan saya sedang menderita, mosok saya tinggal untuk nonton konser sambil jingkrak-jingkrak dan berteriak yeah..yeah..alangkah durhakanya saya. Ternyata dua tahun setelah itu saya berkesempatan nonton Barata konser di Mandala Krida. Sayangnya saat itu saya sudah tidak lagi jatuh cinta kepada Beatles. Saya masih suka, namun saat itu hati saya sudah kecanthol pada grup musik yang lain. Grup musik itu tak lain adalah Pink Floyd.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar