Kamis, 02 Desember 2010

Welbu Episode Pembunuhan Berencana

WELBU AKSI PEMBUNUHAN BERENCANA
Kepuh merupakan sebuah dusun di daerah Bantul Jogjakarta. Tepatnya masuk kalurahan Wirokerten kecamatan Banguntapan kabupaten Bantul. Ada dua nama dusun Kepuh di Wirokerten. Dua dusun itu dipisahkan oleh sebuah sungai. Di barat sungai adalah dusun Kepuh Kulon, sedangkan di timur sungai adalah Kepuh Wetan. Dua dusun itu masih terdiri dari kampong. Kepuh Kulon, selain kepuh kulon sendiri ada kampung di dekat sungai yang disebut dengan Kepuh Tegal. Sedangkan Kepuh Wetan sendiri terdiri dari 3 kampung yaitu Kepuh Lor, Kepuh Kidul dan Dolahan.
Meskipun memiliki nama sama yaitu Kepuh, namun dua dusun Kepuh Kulon dan Kepuh Wetan memiliki karakter yang berbeda. Kepuh Kulon lebih memiliki nuansa religi yang tinggi dibandingkan Kepuh Wetan. Di Kepuh Kulon sejak lama sudah berdiri masjid cukup besar, seingatku masjid itu ada sebelum aku lahir. Jadi kemungkinan sudah ada sejak awal tahun tujuh puluhan. Di Kepuh Wetan tidak ada bangunan masjid. Kalaupun ada hanya berupa langgar yang menggunakan salah satu bagian rumah. Kebetulan di Kepuh Wetan yang dijadikan langgar adalah bagian rumah dari mbah Kaji Wir yang merupakan adik dari mbah saya.
Di Kepuh Kulon, jika ada anjing yang masuk kawasan itu pasti akan mengalami nasib yang tidak mengenakkan. Mereka akan diusir dari kampong dengan berbagai cara, dilempar batu, digertak atau dengan cara lain. Yang penting anjing yang najis itu tidak boleh masuk dusun Kepuh Kulon yang kental nuansa religinya. Sedangkan anjing yang masuk kampungku Kepuh Lor juga tidak kalah sengsaranya, bahkan bias dipastikan menemui ajal. Anjing yang masuk ke kampungku akan mengalami nasib tragis bukan karena terusir, namun karena memang dibunuh untuk kemudian disembelih dan dimasak secara berjama’ah. Begitu terdeteksi anjing dari luar kampong masuk, maka oleh pemuda yang sudah terlatih untuk tugas itu kemudian digiring ke lahan yang sudah disiapkan jebakan. Jebakan itu berupa sumur yang sudah disamarkan atau ditutup dengan daun-daun kering sehingga tidak nampak lubangnya. Jebakan tidak hanya dibuat di satu titik, namun ada beberapa jebakan di beberapa titik. Tugas para pemburu itu adalah mengarahkan anjing naas itu ke salah satu jebakan yang paling dekat. Tahap ini memang paling menentukan, sebab jika anjing lolos dari perangkap ini, bias dipastikan dia akan kabur dan kapok tidak akan pernah kembali ke kampong kami. Saat yang ditunggu itu ditandai dengan suara grubyuk, yang menandakan bahwa kurban sudah masuk jebakan. Begitu terdengar suara itu maka spontan para pemburu akan berteriak kegirangan : sate, tongseng. Tapi teriakan bakso, sotonya Obama tidak akan ada. Saat itu Obama bukanlah siapa-siapa. Sehingga teriakan soto, bakso, sate tidak terdengar sampai Kepuh Lor. Selanjutnya pembunuhan berencana terhadap sang anjing yang malangpun dimulakan.
Membunuh anjing yang akan dimakan dagingnya tidak boleh dengan menyembelihnya. Saya tidak paham persis kenapa mesti begitu. Ada yang pernah bilang karena daging yang dikehendaki adalah daging yang mengandung darah. Saya pernah melihat tumpukan daging anjing yang belum dimasak, warnanya memang kelihatan merah, ada bercak-bercak darahnya. Terus terang melihatnya saya ngeri, perut menjadi mual dan ingin muntah. Membunuh anjing yang terperangkap dalam sumur adalah dengan menjeratnya menggunakan tali. Tali yang sudah dibuat laso diturunkan dengan kayu atau bamboo dipaskan pada leher korban. Memang agak susah karena sang korban pasti akan panic dan bergerak tanpa kendali. Namun karena ruang yang sempit maka pasti akan kena juga lehernya masuk ke tali yang siap menggantungnya hingga mati. Begitu leher masuk, maka dengan segera tali ditarik oleh satu atau dua orang yang cukup kuat. Dengan sekuat tenaga anjing itu akan meronta-ronta, hingga diam kehabisan nafas dan mati sempurna. Maka tamatlah riwayat anjing yang berani masuk kampong Kepuh Lor.
Selanjutnya nasibnya akan menjadi santapan warga secara berjama’ah. Ada panitia yang mendata dan mengumpulkan dana dari warga yang ingin menikmati sajian hot dog. Hot dog dalam makna yang sesungguhnya karena memang si dog itu dimasak hingga matang dengan berbagai bumbu pemanas semacam mrica dan sebagainya hingga benar-benar hot. Memang tidak semua warga terlibat dalam pesta hot dog itu, sebagian yang memang membutuhkan yang kemudian iuran sejumlah uang yang kemudian nanti jika sudah siap akan dianter ke rumah.
Salah satu yang tak pernah pesan adalah bapak. Meski saya meyakini bahwa anjing itu haram dimakan dan tidak mau makan, namun bapak yang saat itu masih jahiliyah sesekali pesan. Katanya untuk solidaritas, toleransi dan damai. Dan akibatnya saya pernah menjadi korban. Karena tidak tahu kalau siang itu ada pembunuhan berencana, sore habis bermain, karena lapar saya langsung meyambar lauk daging di meja makan. Daging yang terasa enak itu habis bersama dengan nasi yang masih hangat. Namun alangkah kagetnya ketika bapak datang dari rumah warga, kebetulan hari itu minggu sehingga bapak libur, dan secara spontan bertanya :Wan kamu makan daging di meja makan? Dengan rasa was-was kujawab ya. Itu tongseng anjing! Toenk! Kaget sekali aku saat itu. Tapi mau bagaimana lha nasi sudah jadi calon tahi, sudah masuk perut semua dengan sempurna. Sejak saat itu saya selalu menanyakan ke ibu, daging apa yang tersaji di meja. Dan sejak itu pula bapak tidak pernah pesan lagi welbu (tongseng asu) jika di kampong ada pembunuhan berencana terhadap anjing .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar