Jumat, 17 Desember 2010

Mayat Hidup Lahir Dalam Kubur

Kebiasaan tidur tidak di rumah sendiri sudah saya mulai sejak SD. Seringnya saya tidur di rumah saudara, salah satunya adalah Agus. Dia secara nasab masih adik sepupu saya. Mbahnya adalah adik mbahku. Jadi menurut perhitungan Jawa dia memanggil saya mas, meskipun secara umur dia dua tahun lebih tua dari aku. Tetapi saya dan Agus sehari-hari cukup memanggil nama, tidak menggunakan embel-embel mas.
Rumah Agus merupakan peninggalan dari mbah Kaji. Rumah dengan bergaya Jawa. Seingat saya ada tiga rumah yang ukuran dan bentuknya persis dengan rumah itu. Selain rumah keluarga Agus di Kepuh Kidul, adalah rumah mbah Wondo di Kepuh Lor, dan rumah mbah Lurah di Wirokerten. Meskipun besar, namun hampir tidak ada kamarnya, hanya berupa ruangan-ruangan. Untuk menjadikannya kamar, biasanya disekat dengan almari pakaian. Jadi tempat tidur ada di belakang almari pakaian itu. Di depan rumah ada halaman yang cukup luas yang diplester semen. Halaman itu fungsi utamanya untuk menjemur gabah yang baru dipanen. Ruang depan dibagi tiga bagian. Ruang utama bisanya untuk menerima tamu, persis di bawah limasan dengan empat tiang kayu jati. Di samping kanan dan belakang ada ruangan lagi yang juga difungsikan untuk tamu. Tiga ruang itu dipisah oleh semacam lorong membentuk huruf U. Kemudian di ruang tengah juga dibagi menjadi tiga ruangan. Disamping kanan ada gandok, kemudian yang tengah merupakan ruang khusus keluarga. Di dalam ruang keluarga ini ada ruangan kecil yang disebut dengan senthong. Biasanya untuk menyimpan barang berharga. Di samping ruang keluarga dibatasi tembok ada ruangan namun mirip lorong. Ruangan itu saya pernah lihat berisi berbagai koleksi senjata tajam semacam tombak, keris, pedang dan lainnya. Ruang belakang difungsikan sebagai dapur dan area mandi cuci kakus. Selain ada sumur di dalam, di depan rumah juga ada sumur untuk keperluan wudhu bagi jama’ah yang hendak sholat di mushola depan rumah. Ada mushola ukuran sedang berdiri di depan sisi kanan rumah..Sebelah barat mushola terdapat sungai dan langsung bersinggungan dengan kuburan. Sebelah barat kuburan terdapat sungai yang membelah dusun Kepuh Wetan dan Kepuh Kulon.
Suatu ketika saat menginap di rumahnya, kebetulan oranya tuanya pak Darmo dan mbak Zaenab sedang tidak di rumah. Agus, saya dan Hartono tidur di rumah itu. Awalnya kami bertiga ngobrol macam-macam sambil makan kacang dan minum teh. Kebiasaan yang sampai sekarang masih terpelihara, utamanya minum teh. Sambil ngobrol itu ditemani musik dari tape recorder. Saat itu pita kaset yang diputar adalah lagu-lagu dari Gombloh, milik mas Gandung. Menjelang larut, kaset diganti dengan kethoprak RRI dengan lakon lahir sakjroning kubur, saduran dari karangan Abdullah Harahap. Pemeran dalam lakon itu utamanya adalah Widayat, Marsidah, Wahono, Marjiyo dan lainnya. Ceritanya memang cukup menyeramkan untuk ukuran anak saat itu. Berawal dari kisah istri raja yang dibunuh oleh ibu mertua dan adik iparnya, dalam kondisi mengandung. Ternyata saat dikubur, janin yang ada di dalam perut tidak mati, dan lahir di dalam kubur. Ibu bayi yang masih gentayangan itupun memburu satu persatu para pembunuhnyua dengan cara dicekik hingga mati. Saat kemunculannya itu disertai suara khas yang bikin bulu kuduk berdiri hii.hii.hii..serem banget pokoknya. Saat cerita pada fase puncak kengerian, tiba-tiba saja semua lampu mati. Tentu kami panik, untuk tidak menyatakan diri dengan takut. Sebab dalam kegelapan total itu suara horror hii.hii..,masih terus terdengar, sebab tape tidak mati, kaset masih berputar. Tanpa dikomando kami pun tiarap dan masuk ke dalam sarung masing-masing. Tidak ada satupun yang berinisiatip mematikan tape yang menebar horor itu. Baru ketika pita habis, maka terdengar bunyi glek, kaset secara otomatis berhenti. Setelah itu kami baru bangun dari tiarap, mencari korek api dan menyalakan lampu yang mati.
Kejadian yang sama terulang saat kami tidur di rumah Agus, namun kaset kethoprak yang diputar dengan lakon mayat hidup. Dengan para pemain yang hampir sama. Ceritanya bermula dari sayembara memperebutkan seorang putri bernama Maya sebagai calon istri. Dalam satu perang tanding Yudas kalah oleh musuhnya. Permintaan terakhirnya agar mayatnya disimpan dan diawetkan. Sebelum mati dia menulis surat untuk pujaan hatinya yang tak kesampaian. Sekian tahun kemudian di tempat mayat Yudas itu disimpan ada maling yang mengambil barang-barang berharga. Tanpa sengaja pencuri mengambil kain berisi surat untuk Maya. Selesai dibacakan isi surat, tiba-tiba mayat itu hidup dan berjalan. Tentu sang maling ketakutan dan ambil langkah seribu. Munculnya mayat hidup itu membuat panik penduduk. Kata-kata yang terucap hanya satu Maya.. Maya..Saat lakon itu dimunculkan di TVRI, mayat hidup yang berbentuk mumi itu benar-benar menakutkan. Keseraman itu masih terekam dan melekat saat kami mendengarkan lakon itu dari kaset. Kondisi gelap gulita, dengan suara Maya.. Maya.. itu membuat kami benar-benar mati kutu. Entah kejadian itu ada kaitan dengan rumah Agus yang hanya berjarak kurang dari 3 meter dengan kuburan atau bagaimana, yang jelas dua kali mendengarkan kaset yang berhubungan dengan orang mati, pasti endingnya horror.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar