Kamis, 30 Desember 2010

Nonton Konser IV (Sukses Raksasa Godbless)

Log Zelebour selaku promotor dan produsen rekaman menyelenggarakan tour untuk promosi album Godbless yang terbaru Raksasa. Setahun sebelumnya Godbless juga melakukan konser untuk album Semut Hitam yang legendaris itu. Konser yang disponsori oleh Gudang Garam itu digelar di stadion Kridosono. Selain Godbless sebagai pembuka disertakan Power Metal, Mel Shandy dan El Pamas. Formasi Godbless sudah ada perubahan dari Ian Antono diganti Eet Syahrani. Personel yang lain masih tetap.
Saya, Siloek dan Haryadi sepakat untuk nonton konser itu. Tiket yang membelikan Siloek. Saat di sekolah hari sabtu saya dan Hari sudah mendapatkan tiket itu dari Siloek. Sebenarnya ada bonus satu bungkus rokok Gudang Garam untuk tidap tiketnya. Namun oleh Siloek rokok itu dikasihkan ke penjual tiket. Siloek bilang mau berangkat sendiri dari Umbulharjo. Saya dan Hari berangkat goncengan dari Jagalan. Lepas maghrib saya dan Hari berangkat. Ternyata Bimo dan Tutik juga sudah dapat tiket dan mau nonton juga. Bimo adalah kakak Hari yang kuliah di Kedokteran Umum UGM dan sudah lulus sepa milsuk AD berpangkat letda. Sedangkan Tutik kakak perempuannya kuliah di Kehutanan UGM. Dua-duanya merupakan alumni SMA5 Kotagede kebanggaan kami bersama.
Sampai di stadion Kridosono, motor kami titipkan di tempat parkir. Meski berangkat bareng, namun saya dan Bimo terpisah. Saya tidak tahu mengapa terpisah. Yang jelas kami tidak bareng sampai di Kridosono. Begitu menitipkan motor, saya dan Hari menuju ke stadion. Ternyata di luar stadion sudah banyak orang yang antri untuk masuk stadion. Seluruh calon penonton itu berjajar satu-satu menuju pintu masuk. Sangking panjangnya mereka hampir mengitari setengah stadion. Saya dan Hari ikut antri di barisan belakang. Untungnya antrian orang yang mengular itu berjalan tertib. Tidak ada yang saling mendahului. Saat saya ikut antri itu, band pembuka sudah tampil. Power Metal dari luar terdengar dengan jelas sedang menyanyikan Future World-nya Helloween. Mereka terus menyanyi, kami masih terus antri. Karena antrian sangat panjang sampai jatah waktu untuk Power Metal habis. Kami yang di luar sudah mendengar Mel Shandy menyanyi. Kami belum setia berdiri antri. Beberapa lagu hit dia di album Bianglala sudah dinyanyikan. Ternyata antrian begitu panjangnya. Mel Shandy usai tampil, saya dan Hari baru mendekati pintu masuk. Saya dan Hari dapat masuk stadion berbarengan dengan tampilnya El Pamas.
Kami berusaha mendapatkan tempat duduk yang strategis dari padatnya orang di dalam stadion. Kerumunan penonton di depan panggung sudah sangat menjamur. Untuk ke depan sudah tidak mungkin. Mereka sudah jingkrak-jingkrak sejak Power Metal muncul. Saya dan Hari dapat tempat duduk lesehan di sisi timur stadion, menghadap panggung meski agak jauh. Untung panggung dibuat lumayan tinggi, sehingga aksi para personel grup musik yang tampil dapat terlihat jelas. Saya betul-betul terpesona oleh penampilan El Pamas. Meskipun mereka mengusung lagu manca, namun mereka tampil tidak sembarangan. Lagu yang dibawakan juga bukan lagu yang mudah. Mereka mengusung sebagian dari album The Wall-nya Pink Floyd. Saat Baruna yang nampak seperti bule itu berteriak “The Wall Pink Floyd!!” , semua penonton terdiam. Lampu di panggung padam. Hanya satu sorot lampu dari luar panggung yang mengenai sosok vokalis berambut gondrong itu. Baruna mengangkat dua tangannya. Penonton spontan menyalakan api dari korek yang dibawanya. Suasana tampak ngelangut saat ada suara bayi menangis mengawali lagu The Thin Ice. Baruna menyanyi lagu itu dengan apik. Saat interlude uuh baby…,semua penonton turut ikut koor. The Thin Ice selesai, masuk Another Brick in The Wall part 1. Saya merinding saat itu. Instrumen di akhir lagu itu benar-benar bikin hanyut, ngelangut. Sampai kemudian muncul sound gemuruh suara helikopter menandai masuk ke lagu The Happiest Days Of Our Lives. Lagu rancak itu membangkitkan dari rasa nglangut yang sudah terbangun dari awal. Hingga kemudian masuk lagu puncak yang menjadi sangat klasik Another Brick In The Wall part 2. Koor anak-anak yang ada di rekaman aslinya itu, di stadion Kridosono diganti oleh koor penonton. SajianThe Wall oleh El Pamas benar-benar membuat saya jatuh cinta dengan Pink Floyd. Terimakasih kepada Totok Tewel dan kawan-kawan yang membawa saya untuk menyenangi musik yang lebih rumit, bukan musik yang biasa-biasa saja.
Sebenarnya saya sudah cukup puas dengan penampilan El Pamas. Namun ternyata El Pamas bukan penyaji utama. Puncak konser malam itu adalah Godbless dengan formasi barunya. Tahun ’89 Ahmad Albar masih sangat gagah dengan kribonya. Iyek didukung oleh Jockey Suryoprayoga, Doni Fatah, Tedi Sujaya dan gitaris baru Eet Syahrani. Melihat track recordnya, kualitas tampilan mereka sudah tidak perlu diragukan lagi. Mereka membawakan hampir semua lagu di album Raksasa dan Semut Hitam. Semua lagu yang dibawakan selalu diikuti oleh penonton. Ahmad Albar begitu mampu mengusai penonton. Meskipun ada kerumunan massa begitu banyak namun tidak terjadi kerusuhan. Saya dan Hari tidak beranjak dari tempat duduk sejak semula kami duduk. Ada keinginan untuk maju ke depan untuk ikut jingkrak-jingkrak. Namun kembali saya masih punya teori, bahwa yang namanya kerumunan massa itu mudah tersulut. Sehingga lebih aman memang menjauh. Tujuannya itu untuk menikmati penampilan, bukan jingkrak-jingkrak sendiri, sehingga malah tidak melihat yang sedang beraksi di panggung.
Setelah beberapa lagu dinyanyikan, Iyek kemudian mempersilakan personel Godbless tampil solo. Yang pertama muncul adalah Doni Fatah dengan bas gitarnya. Kemudian disusul solo drum oleh Teddy Sujaya. Kemudian debutan Eet Syahrani selaku gitaris baru Godbless unjuk gigi. Saat dia unjuk kebolehan menyayat gitar, saya dengar celotehan orang-orang di sekitar saya yang mengomentari aksi Eet Syahrani. Katanya jauh dari Ian Antono. Saya sih diam saja. Tidak bisa membandingkan antara Eet dan Ian. Ilmu saya tidak sampai ke situ. Saya hanya mendengar Eet meraung-raungkan gitarnya. Kalau saya baca di majalah mirip dengan aksi Edward Van Hallen. Aksi solo terakhir Jockey dengan keyboardnya. Kali ini dia betul-betul menampilkan diri sebagai musisi yang luar biasa. Beberapa instrumental lagu klasik dia bawakan. Yang sangat special saat dia mengarransemen lagu Padamu Negrinya Kusbini, benar-benar membangkitkan semangat patriotisme yang mendalam. Selesai arransemen yang apik itu, Iyek muncul lagi dengan lagu Semut Hitam. Beberapa lagu selanjutnya masih dinyanyikan oleh Iyek dengan kekuatan yang penuh. Hingga memasuki lagu akhir, Iyek menyanyikan lagu Raksasa yang menjadi brand konser tersebut, sekaligus judul album terbarunya. Ketika lagu hampir mendekati usai, tiba-tiba di panggung bagian depan terjadi hujan kembang api. Aksi penutup itu benar-benar sangat memukau dan mengesankan. Saya sangat puas dengan aksi yang ditampilkan oleh Godbless. Tidak rugi saya harus antri satu jam lebih untuk melihat langsung penampilan Godbless dan El Pamas yang mengusung The Wall itu. Jam 10 malam konser usai, tanpa ada kerusuhan sedikitpun. Saya sukses nonton konser tanpa satu gangguan yang berarti kecuali panjangnya antri untuk masuk stadion.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar